Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Bismillah.
Apa kabar sobat? Semoga senantiasa selalu di dalam lindungan Allah. Hari ini aku sedikit tergelitik membicarakan topik yg akan aku tulis pada kesempatan ini. Berawal dari pembicaraanku dengan salah seorang sepupu. Pembicaraan ringan yg menarik, namun bukan gosip. Karena kami bukan tukang gosip hehe.
Dia bercerita katanya, sempat mendengar pembicaraan yg sedang digunjingkan oleh para orangtua di lingkungan sekitar rumah kami, tentunya dari kalangan ibu-ibu rumpi. Mereka berbicara tentang rumah tanggaku, lebih pada caraku dalam "melayani" suami yg berbeda dari kebanyakan orang. Misalnya saja, ketika pagi hari seorang istri harusnya menyiapkan secangkir teh atau kopi untuk suami. Tapi tidak denganku. Aku tidak pernah membuat teh atau kopi untuk suamiku, kecuali dia yg meminta.
Kebetulan keluarga suamiku tinggal tidak jauh dari rumah tempat tinggal kami. Ibu mertua dan sanak saudaranya sering datang kerumah sekedar hanya menengok anak kami yg menjadi cucu pertama mereka. Dan ternyata mereka membicarakan perihal aku "mengurus" suamiku yg terkesan tidak becus.
Oke dari sini kita lihat sobat, apakah menjadi suatu dosa bahwa aku hanya membuat teh atau kopi ketika suamiku meminta? Apakah ada dalil yg jelas atau secara tidak langsung menyebut perbuatan ini dosa atau haram?
Seperti yg aku dan kalian tahu, dalil yg mengatur hanya seputar ketaatan istri kepada suami. Apakah membuat teh dan kopi ketika suami meminta termasuk dari perbuatan yg tidak taat?
Sekali lagi jawabannya adalah adat. Ya, selama ini masyarakat kita kebanyakan menganggap bahwa mentaati dan melayani suami sama hal nya dengan menjadi pembantu suami. Banyak sekali kita temukan kehidupan rumah tangga yg memposisikan suami sebagai raja, sedangkan istri sebagai pembantu. Istri harus memasak, melayani semua keperluan suami sampai ada yg mengambilkan baju untuk suami, istri harus menyetrika, menjemur, mengurus anak. Jika lihat fenomena diatas lalu dimana Islam yg mengangkat derajat wanita?
Sebenernya banyak hadis dan ayat Al Quran yang salah dipahami oleh masyarakat kita. Dan banyak juga orang yg memanfaatkan kesalahpahaman itu karena mereka merasa diuntungkan. Jika melihat sekali lagi pada fenomena diatas, dimana sisi keadilan untuk para istri?
Istri adalah pendamping suami, bukan pembantu. Jika suami adalah raja, istri adalah ratu. Memang tidak dipungkiri kita harus mentaati perintah suami selama perintahnya tidak menjuruskan ke hal yg melakukan perbuatan dosa atau maksiat. Kewajiban kita mentaati dan menghormati suami sebagai kepala rumah tangga. Taat dan hormat kepada suami bukan melulu tentang menyiapkan sarapan, mengambil pakaian, menyediakan secangkir teh di pagi hari yg selama ini menjadi presepsi orangtua kita sebagai parameter ketaatan istri pada suami.
Taat pada suami bisa saja dengan mentaati perintahnya yg menyuruh dan mengingatkan kita kepada Allah. Seperti sholat, berpuasa, mengurus anak dengan baik. Bukan melulu soal dapur. Jika seorang suami menyuruh memasak, tapi istri tidak mampu, suami bahkan tidak boleh memaksa istrinya untuk memasak.
Karena dalam sebuah hadis dan pendapat imam madzhab, istri wajib "melayani" suami dalam urusan seksual nya saja. Selain itu istri tidak wajib. Bahkan ada pendapat para iman madzhab, jika istri tidak mampu mengurus semua pekerjaan rumah tangga nya seperti mencuci, memasak, suami wajib menyediakan pembantu untuk meringankan pekerjaan istri.
Jadi, bagaimana menurut kalian? Selama suami tidak merasa keberatan dan tidak mengeluh dengan "cara kita melayani" kita tidak berbuat dosa. Parameter istri taat adalah istri yang seperti pembantu saat dirumah harus diubah. Alangkah baiknya jika istri dan suami saling bekerja sama dalam urusan rumah tangga. Kebanyakan mindset orangtua selama ini istri harus melakukan semua pekerjaan rumah sendiri. Istri punya derajat yg lebih rendah dari suami. Tentunya mindset ini harus diubah, karena sangat merugikan posisi seorang istri dalam rumah tangga.
Nah mindset suami juga perlu diubah, karena banyak suami yg kipas kipas dan oncang oncang kaki karena pendapat ini. Suami yg baik yg mau menolong istrinya. Mmbantu istrinya saat kesulitan. Bukan cuek bebek. Istri lagi memasak, anak menangis, suami asyik ngopi plus baca koran. Ckck. Memang menjaga anak bukan tugas dari suami? Suami itu kan orang tua, setiap orangtua berhak menjaga anak anaknya. Bukankah jadi suami harus bijak? Sebagian para suami jadi merasa diatas angin dengan mindset ini.
Alhamdulillah, Suami dan saya berbagi tugas dalam menjalankan tugas rumah tangga. Misalnya saya mencuci, dia menjemur. Saya menyetrika, dia yg memasukkan baju ke dalam lemari pakaian. Bukankah pernikahan yg baik didasari oleh kerjasama pasangannya? Kerjasama yg dilakukan jangan hanya cerdas di ranjang. Tapi kerjasama yg meringankan, saling tolong menolong baik susah maupun senang. Tetapi suami saya hanya bisa membantu saat libur. Terkadang, dia tidak tega melihat saya awut awutan setelah selesai mengerjakan pekerjaan rumah. Jadi dia menyuruh saya untuk melakukannya ketika dia sedang libur bekerja. (Makin sayang dan cinta abiiiii).
Bekerjasama dalam rumahtangga banyak manfaatnya loh. Selain makin menmbahkan kekompakan, kami merasakan lelah bersama. Tumbuh rasa cinta dan sayang disetiap harinya. Segala sesuatu yg dikerjakan bersama pasti akan menimbulkan rasa suka dan duka bersama. Ya kan?
Oleh karena itu, ibu ibu posesif yg tukang gosip tolong ya bu diurus saja rumah tangganya. Saya dan suami menerapkan hukum syariah, bukan hukum adat. Alhamdulillah suami saya orangnya baik, pengertian mau membantu istri. Barangkali ibu ibu begini suaminya ribet, yg pakaian dalam saja minta diambilin hihi. Soal teh kenapa saya tidak pernah siapkan? Suami saya tipe orang yang minta dulu baru diminum, kalo ga minta suka ga diminum jadi mubazir. Makanya saya ga pernah buatin kalo dia ga minta. Wong suami saya aja ga repot, kok kalian repot?
Wassalam.